Saya pernah mengunjungi sebuah Bank bersama seorang teman untuk beberapa keperluan. Waktu mengantri, alih alih memperhatikan layar antrian agar tahu giliran, kami malah menguping pembicaraan beberapa Mahasiswa yang duduk didepan kami. Mata mereka lekat mengamati sebuah layar lain disebelah layar antrian, sambil memberikan komentar. Layar tersebut menampilkan beberapa kurs mata uang asing terhadap rupiah. Seorang dari mereka lalu melempar pernyataan ringan namun menohok, “Indonesia sih,.. milih rupiah… coba dulu milihnya Dollar”. Teman temannya tertawa mengiyakan. Aku tersenyum. Namun beberapa saat kemudian aku lalu sadar, ini adalah masalah serius, yaitu ketika generasi muda tidak lagi mencintai rupiah.
Cerita diatas hanya pengantar dari tulisan yang boleh saya sebut sebagai refleksi ini. Kenapa Refleksi? Karena saya tak ingin menggurui siapapun layaknya seorang guru, dan saya tak ingin menasehati siapapun layaknya orang tua. Namun lebih dari itu semua, saya tak ingin mendikte sesuatu yang belum tentu sudah saya lakukan dengan baik. Socrates pernah berkata Hidup yang tak pernah direfleksikan adalah hidup yang tak pantas untuk dijalani. Refleksi, dan memeriksa hidup menjadi sesuatu yang penting menurut Filsuf yang satu ini, begitu juga saya. Tulisan ini bisa menjadi cermin untuk melihat diri, bukan hanya para pembaca, tetapi juga saya sendiri. Saya ingin setelah semua orang membaca tulisan ini, saya dan kita semua lalu melihat ke dalam diri kita masing masing, lalu merefleksikan kalimat ini “Sudahkah kita mencintai rupiah?”
Cerita diatas hanya pengantar dari tulisan yang boleh saya sebut sebagai refleksi ini. Kenapa Refleksi? Karena saya tak ingin menggurui siapapun layaknya seorang guru, dan saya tak ingin menasehati siapapun layaknya orang tua. Namun lebih dari itu semua, saya tak ingin mendikte sesuatu yang belum tentu sudah saya lakukan dengan baik. Socrates pernah berkata Hidup yang tak pernah direfleksikan adalah hidup yang tak pantas untuk dijalani. Refleksi, dan memeriksa hidup menjadi sesuatu yang penting menurut Filsuf yang satu ini, begitu juga saya. Tulisan ini bisa menjadi cermin untuk melihat diri, bukan hanya para pembaca, tetapi juga saya sendiri. Saya ingin setelah semua orang membaca tulisan ini, saya dan kita semua lalu melihat ke dalam diri kita masing masing, lalu merefleksikan kalimat ini “Sudahkah kita mencintai rupiah?”
Perlakuan tidak semena mena telah diterima oleh lembaran rupiah selama ini. Ada yang mencorat coretnya, melipatnya, meremas remasnya, membuatnya kusut dan ada juga yang mensteples alat pembayaran yang sah digunakan di Indonesia tersebut. Gerakan untuk tidak melakukan tindakan tindakan diatas lalu diusung oleh Bank Indonesia sebagai salah satu wujud cinta rupiah. Namun ada yang luput dari mata kita semua. Ada yang lebih parah dari tindakan tindakan diatas, yaitu membuangnya atau mengabaikannya. Itulah perlakuan yang selama diterima uang uang koin, mungkin secara khusus untuk pecahan 100 dan 200 perak. Kita tidak bisa menyangkal kenyataan bahwa selama ini kita memang memandang rendah rupiah yang satu ini. Bukan hanya sekali saya jumpai uang pecahan 100 atau 200 perak, tergeletak di jalanan, di trotoar, dan diabaikan begitu saja.
“MENGHARGAI RUPIAH SEKECIL APAPUN ITU“, inilah hal yang saya ingin kita pelajari bersama sama, karena uang seribu rupiah (Rp1.000) hanya akan tinggal 900 rupiah tanpa 100 rupiah, uang seribu rupiah tidak akan utuh hanya karena 100 rupiah. Bukan soal kecilnya nilai, tapi seberapa besar pengaruh dari nilai tersebut. Tahukah kita, ditengah acuhnya kita terhadap uang receh, justru ada orang yang bisa membeli sepeda motor mahal hanya dengan uang receh. Sadarkah kita bahwa uang uang receh itu dibutuhkan oleh orang orang susah disekitar kita. Jika kita malas uang uang receh itu menghias isi dompet kita, membuat dompet kita bertambah berat, jangan membuangnya. Jika kita tak berniat menabung uang uang receh, jangan mengabaikannya. Masukkan ke dalam kotak kotak amal, berilah kepada orang yang lebih membutuhkan. Setidaknya kita telah menggunakan uang tersebut untuk tindakan amal. Membuang uang uang tersebut, sama tidak nasionalisnya kita dengan orang yang menginjak bendera Indonesia, karena ada lambang Negara kita dalam pecahan rupiah tersebut, Burung Garuda yang menjadi Roh bangsa ini.
Kita selalu bermimpi menjadi bangsa yang besar, namun sekarang saatnya kita mulai membangun bangsa ini menjadi besar, jangan hanya terus bermimpi. Karena itu mulailah dengan merasa bangga dengan bangsa ini. Itu bisa menjadi langkah pertama yang baik untuk mulai membangun NKRI. Ciri ciri kita merasa bangga adalah dengan menggunakan rupiah dan terlebih lagi menjaga kondisi rupiah itu sendiri. Jangan menyobeknya, jangan membuatnya kusam, jangan mencorat coretnya, mensteplesnya. Mulailah juga memperhatikan uang koin, jangan lagi mengabaikannya, apalagi membuangnya, karena uang koin juga rupiah.
EmoticonEmoticon